Ini Tanggapan MRPB Terkait Penolakan Masyarakat Terhadap PT Bintuni Agro Prima Perkasa
MANOKWARI- Aspirasi masyarakat adat Tambrauw, Provinsi Papua Barat yang meminta penutupan PT. Bintuni Agro Prima Perkasa (PT. BAPP) langsung ditanggapi Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Barat, Kamis (23/8).
Alasan penutupan perusahaan dituangkan dalam 5 sikap pernyataan yang dibacakan dan disampaikan kepada MRPB secara terbuka. Lima sikap pernyataan itu, yakni pertama, PT Bintuni Agro Prima Perkasa berhenti melakukan pembukaan lahan lahan di Lembah Kebar.
Dua, menuntut pemerintah daerah Tambrauw untuk membatalkan SK Bupati Nomor: 125/296/2015 tentang izin lokasi budaya tanaman pangan dan pengelolahan seluas kurang lebih 19.368,77 hektar di Distrik Kebar dan Distrik Senopi kepada PT BAPP.
Tiga, menuntut pemerintah daerah Tambrauw dan Perusahan untuk mengganti rugi lahan hutan dan perkebunzn warga akibat pembukaan lahan yang dilakukan oleh perusahan.
Empat, meminta Pemda Tambrauw, DPRPB, Gubernur PB, MRPB untuk segera berkonsultasi kepada Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup agar membatalkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.973/Menhut/II/2014 tentang pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit atas PT Bintuni Agro Prima Perkasa di kabupaten Tambrauw Papua Barat seluas kurang lebih 19.368,77 hektar.
Lima, masyarakat telah berunding untuk melakukan pemalangan diatas lahan adat kami agar tidak dilakukan pembukaan lahan lebih lanjut. Mereka siap mengangkat perang apabila Perusahan memaksa untuk melakukan operasi diatas adat kami.
Usai masyarakat adat membacakan aspirasi dan diserahkan oleh Kepal Suku Besar AKK Tambrauw Hofni Ajoi (tokoh adat Kebar) kepada Ketua MRPB Maxi N Ahoren untuk dilanjutkan.
Ketua MRPB Maxi N Ahoren secara tegas mengatakan, pihaknya akan membantu masyarakat adat dan mengawal masalah ini sampai tuntas.
Kata Ahoren, dari dokumen perusahan yang dipelajari banyak kejanggalan dan berdampak hukum bagi perusahan tersebut.
Oleh karena itu MRPB minta dan berharap masyarakat adat pemilik hak ulayat tak boleh melakukan aksi pemalangan, namun masalah ini dipercayakan sepenuhnya kepada MRPB untuk dilanjutkan sesuai mekanisme.
Lanjut Ahoren, para pihak yang dipalsukan tandatangan dan pihak lain dari pemda Tambrauw akan dipanggil MRPB untuk menelusuri kebenaran dan mendapat alat bukti agar perusahan itu segera diambil tindakan lanjutan sesuai fakta fakta yang ada sejak perusahan ini beroperasi.
Untuk menanggapi masalah yang di hadapai masyarakat adat Tambrauw, kedatangan MRPB dipimpin langsung Ketua MRPB Max N Ahoren didampingi Yulianus Tebuh (Pokja Adat), Abraham Ramar (Ketua Pokja Adat), Kelly Duwiri (anggota Pokja Agama), Anthon Rumbruren (Anggota Pokja Adat) dan Staf Ahli MRPB Sulikin. *