PTUN Jayapura Kabulkan Gugatan Sekda Sarmi
JAYAPURA, wartaplus.com - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura mengabulkan gugatan yang diajukan Sekda Kabupaten Sarmi, Dr. Hendrik Worumi, S.Sos.,M.Si selaku penggugat atas Keputusan Bupati Sarmi (tergugat) No.SK.821.2-592, Tanggal 18 Oktober 2019 yang memberhentikan dan mengangkat Hendrik Worumi (penggugat) dari Jabatan Sekretaris Daerah Menjadi Staf Ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan dan SDM.
Dalam sidang putusan yang berlangsung di PTUN Jayapura, Waena, Selasa (16/6), Majelis Hakim mengabulkan permohonan penundaan penggugat dan memerintahkan Tergugat (Bupati Sarmi) untuk menunda daya berlakunya Keputusan Bupati Sarmi Nomor: SK. 821.2–592, Tanggal 18 Oktober 2019, sampai dengan adanya Putusan dalam Perkara a quo berkekuatan hukum tetap.
Majelis hakim juga menolak eksepsi yang diajukan oleh Tergugat, mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya, lalu meminta tergugat untuk merehabilitasi nama baik penggugat dalam hak dan kedudukannya seperti semula.
Tergugat juga dihukum untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp302.000.
Dalam persidangan Penggugat diwakili Tim Kuasa Hukum dari Law Office Anthon Raharusun & Partners yang terdiri dari : Dr. Anthon Raharusun, S.H.,M.H., Yance Pohwain, S.H.,M.H., Irene Lodia Katoar, S.H., Mukadar Lessy, SH dan Innicentius Teturan, SH
Sementara tergugat dalam hal ini Bupati Sarmi diwakili oleh Jaksa Pengacara Negara dari Kejaksaan Negeri Jayapura selaku Kuasa Hukum.
Adapun alasan dan dasar gugatan secara singkat bahwa; Sekda Sarmi diangkat tahun 2017 sebagai Sekda Kabupaten Sarmi sesuai Surat Keputusan Gub Papua No. SK: 882.2-001, tanggal 18 Januari 2017 yang ditetapkan berdasarkan Surat Persetujuan Mendagri RI No. 821.2/4835.SJ, tgl 19 Desember 2016 tentang perserujuan penetapan dan pelantikan Sekretaris Daerah Kabupaten Sarmi
Lalu pada 18 Oktober 2019 Sekda diberhentikan oleh Bupati Sarmi dari jabatan Sekda menjadi Staf Ahli Bupati bidang Kemasyarakatan dan SDM Sarm.
Karena pemberhentian Sekda tersebut dilakukan secara sewenang wenang tanpa melalui prosedur sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, maka Sekda kemudian mengajukan keberatan kepada Bupati Sarmi.
Namun oleh Bupati tidak menghiraukan Keberatan Sekda tersebut dan kemudian Sekda mengajukan Keberatan lagi kepada Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Oleh KASN memerintahkan kepada Bupati Sarmi agar melakukan seleksi secara terbuka dan membenguk Pansel dan melakukan seleksi calon dan pengusulan nama calon Sekda, namun Bupati justeru mengangkat Plh Sekda yang tidak sesuai ketentuan perundang2an yang berlaku, maka Sekda kemudian mengajukan Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura melalui Kuasa Hukum melalui Law Office Anthon Raharusun & Partners
Tanggapan Kuasa Hukum
Menanggapi putusan hakim atas kasus kliennya, Dr. Anthon Raharusun, S.H.,M.H menuturkan bahwa jabatan Sekda adalah jabatan Pimpinan Tinggi Pratama sesuai UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN (Aparatur Sipil Negara). Sehingga proses pemberhentian dari jabatan Sekda harus dilakukan melalui prosedur sebagaimana ditentukan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Antara lain, tutur Anton, dengan terlebih dahulu membentuk Pansel oleh Bupati selaku Pejabat Pembina Kepegawaian, mengumumkan jabatan yang lowong, pelaksanaan seleksi, pengusulan nama calon pejabat pimpinan tinggi pratama yang memenuhi syarat kepangkatan kepada pejabat pembina kepegawaian dalam hal ini bupati.
“Penetapan calon Sekda dan yang paling penting adalah ada Rekomendasi dari Komisi Asparatur Sipil Negara (KASN), semua proses tersebut tidak dilaksanakan oleh Bupati. Sehingga tindakan pembehentian Sekda oleh Bupati bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan baik dari aspek kewenangan, aspek prosedur keluarnya keputusan bupati tsb maupun aspek substansi,” papar Anthon
Selain itu, lanjutnya, penerbitan Keputusan pemberhentian Sekda juga bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yan Baik (AUPB) yakni melanggar asas kepastian hukum, (prinsiple of legal sucurity), asas kecermatan dan asas tidak menyalahgunakan kewenangan.
“ Terkait dengan putusan ini menjadi pelajaran bagi semua pejabat di lingkungan pemerintahan agar lebih berhati-hati dalam menggunakan kewenangannya dalam hal memberhentikan seorang ASN/PNS,”tukasnya.
Selain mengenai banyak ASN/PNS saat ini banyak di non job kan oleh pejabat atasannya, apakah bisa digugat atau di PTUN, menurut Anthon tindakan non job tersebut bisa menjadi objek sengketa di PTUN.**