Ketua MRP, Aleda Yoteni dan Yoppy Suabey Lakukan RDP di Teluk Wondama
TELUK WONDAMA,wartaplus.com - Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat Maxsi Nelson Ahoren, anggota Pokja adat MRP-PB Yoppy Suabey dan anggota Pokja perempuan Aleda Yoteni melaksanakan agenda rapat dengar pendapat (RDP) MRP PB masa sidang II tahun 2020 di kabupaten Teluk Wondama, Selasa (18/8).
Pertemuan yang berlangsung di aula hotel Iriati, distrik Wasior, kabupaten Teluk Wondama telah dihadiri ratusan peserta terdiri dari 17 kepala kampung dan perwakilan masyarakat adat seperti tokoh perempuan, pemuda, tokoh masyarakat yang tersebar di beberapa kampung se Teluk Wondama.
Sebelumnya, Ketua MRP-PB Maxsi Nelson Ahoren menyatakan dalam agenda ini ada dua hal yang menjadi agenda terpenting untuk dibahas bersama perwakilan masyarakat adat Wondama. Di antaranya tentang otonomi khusus (otsus) Papua dan formasi CPNS di kabupaten Teluk Wondama serta aspirasi tentang hak orang asli Papua lainnya.
Dalam penjelasannya, Ahoren mengatakan, hasil CPNS yang telah diumumkan oleh pemerintah Pusat hingga ke daerah di Papua Barat telah memicu konflik, sehingga harus disikapi oleh pemerintah daerah dan lembaga MRP-PB. "Jadi secara khusus untuk CPNS akan menjadi perhatian lembaga MRP, sehingga kita hadir untuk diskusi menyerap aspirasi" ungkap Ahoren, Selasa (18/8).
Menyangkut dengan dua agenda tersebut, Ahoren mengutarakan mereka datang selain diskusi tetapi juga menyerap aspirasi dari perwakilan masyarakat adat untuk dibawa pada pleno luar biasa MRP PB.
Dengan harapan, sebut Ahoren, aspirasi tersebut diteruskan ke DPR dan pemerintah untuk segera dijawab. Lebih lanjut, Ahoren menjelaskan, pihaknya siap untuk perjuangkan apa yang menjadi masalah ditengah masyarakat adat.
Mewakili pemerintah kabupaten Wondama, Iqbal Marani hadir ditengah pertemuan tersebut untuk memberikan masukan dan mendorong masyarakat adat menggunakan momen yang ada untuk bertanya kepada MRP-PB. Marani menjelaskan, pemerintah hanya sebatas fasilitasi dalam akomodir masyarakat adat dalam pertemuan yang sangat baik ini.
Korowan, wakil ketua lembaga masyarakat adat mengatakan, otsus selama ini di Papua dan khusus di Wondama tidak berkembang, sehingga harus di pertanyakan.
"Dana otsus harusnya dipertanyakan kepada gubernur, bupati, distrik, dan pemerintah yang kelola dana otsus selama ini, termasuk regulasinya" ungkap Korowan.
Kata dia, regulasi tidak menjamin hak dasar orang asli Papua sehingga harus dijelaskan oleh lembaga kultur tentang apa itu otsus. Selanjutnya diskusi berlangsung untuk meminta masukan dari semua masyarakat adat.*