Bupati Puncak Jaya Tegaskan Tolak Farmasi K-2 Karena Alasan Ini
MULIA, wartaplus.com - Bupati Puncak Jaya, Bupati.Dr. Yuni Wonda, S.Sos, S.IP, MM memimpin apel gabungan Senin (28/03) pagi, di halaman kantor Bupati.
Apel kali ini dirangkaian dengan penyerahan SK Bupati dan kendaraan dinas.
Ditemui pers usai apel, Bupati Yuni menyampaikan alasan mendasar Kabupaten Puncak Jaya tidak mengusulkan formasi penerimaan tenaga honorer K-2.
"Pada formasi 2013 kemarin Puncak Jaya pernah mengangkat K-2 yang hampir mencapai 400 orang dimana penyerahan SK formasi 2013 memakan waktu delapan tahun lamanya dikarenakan sulitnya pengurusan berkas akibat persyaratan dari pemerintah pusat yang sangat rumit. Mulai dari kepemimpinan bupati sebelumnya bahkan sampai penjabat bupati hingga kepemimpinan kami, urusan K-2 belum selesai sampai kami di demo," bebernya.
Inilah yang menjadi alasan utama Bupati Yuni dalam mengambil sikap tegas ketika bertemu dengan Gubernur Papua dan Menpan RB di Provinsi Papua, bahwa Puncak Jaya secara tegas menolak penerimaan K-2 dengan alasan resiko yang terlalu besar.
"Ada dua Kabupaten dari seluruh Papua yang menolak penerimaan K2 termasuk Puncak Jaya karena resiko yang besar, karena berkaca pada fakta yang terjadi di lapangan. Sekarang bisa lihat seluruh Kabupaten yang membuka penerimaan K-2 dijelaskan oleh Kepala BKN Provinsi bahwa selama dua tahun sampai hari ini proses pemberkasan K-2 belum rampung," jelas Bupati Yuni.
Disisi lain, tambahnya, tidak ada dampak negatif atau kerugian yang terjadi di tengah masyarakat dengan ditiadakannya penerimaan K2.
"Dengan ditiadakannya penerimaan K-2, kuota formasi umum Puncak Jaya malah bertambah. Kita bersyukur dimana kuota tersebut yang paling terbesar diantara Kabupaten lain," tukasnya.
Merugikan
Bupati Yuni berpendapat bahwa penerimaan K-2 pada formasi 2013 justru lebih merugikan masyakarakat terkhusus yang telah menyelesaikan studi S1 karena terpaksa menyesuaikan dengan pendidikan yang lebih rendah.
"Tidak adanya penjelasan batasan umur pada penerimaan K-2 kemarin mengakibatkan banyaknya adik kami yang memakai ijazah SMA dibanding ijazah S1 mereka dalam pendaftaran pada formasi 2013" imbuhnya.
Hal ini, lanjut ia, berdampak pada pangkat pegawai yang tertera pada SK Bupati yang dikeluarkan oleh BKD Puncak Jaya, dimana semestinya pangkat mereka bisa lebih tinggi ketika memakai ijazah S1 dibandingkan dengan ijazah SMA.
Di kesempatan itu, Bupati berpesan kepada masyarakat untuk tidak terprovokasi dengan oknum yang menyebarkan isu terkait Pemda Puncak Jaya rugi karena tidak melakukan penerimaan K-2, karena menurutnya semua tidak benar.
Sebaliknya, Bupati berharap dengan pengusulan Formasi 2021 Bupati akan membuka dengan kuota 80 persen untuk putra daerah dan 20 persen untuk non Papua.
"Kami berikan kesempatan kepada saudara kami dari luar putra daerah karena Puncak Jaya masih membutuhkan keahlian tertentu yang belum kami miliki, seperti Dokter, teknik sipil dan lainnya. Ddapun untuk bidang sosial dan hukum anak daerah juga sudah bisa mengisi formasi itu," tutupnya.
Sementara itu Kepala BKPPD, Christomus Barguna, SE membenarkan hal itu dengan menggunakan asumsi jika ada dua orang K-2 dengan nilai yang sama maka penentuannya dengan tingkat kehadiran. Menurutnya hal itu mustahil dilakukan dan akan berujung konflik. "Jikalau pun jadi maka persoalan umur dan NIP yang lebih cepat terbit dibandingkan CPNS 2018 yang belum Prajab pun akan menjadi pemicu masalah baru," kata Christomuus.(Adv/ProkopimPJ)