Perintah Mendagri, DPR Papua Barat Sahkan Tujuh Raperdasus
MANOKWARI- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Provinsi Papua Barat konsultasi dan sekaligus klarifikasi 7 Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Raperdasus) ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) melalui Dirjen Otda.
Hal itu dilakukan DPR agar memastikan Raperdasus tersebut tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, termasuk memastikan konsultasi Majelis Rakyat Papua(MRP) Provinsi Papua Barat atas ketujuh raperdasus dimaksud.
Ketua Fraksi Otsus DPR Papua Barat Yan Anthon Yoteni menjelaskan bahwa ada beberapa catatan MRP yang sebelumnya disampaikan Mendagri kepada MRP, sehingga Bapemperda DPR, Biro Hukum Setda Papua Barat kembali klarifikasi.
"Jadi, kedatangan DPR dan Biro Hukum Setda Papua Barat ke mendagri untuk memastikan kalau kewenangan MRP sangat terbatas, namun karena ada catatan MRP atas tujuh raperdasus berdasarkan masukan mendagri, maka harus diluruskan," kata Yoteni melalui sambungan telepon kepada wartaplus.com, Kamis (14/3/2019) usai bertemu mendagri di Jakarta.
Menurut Yoteni, mendagri sudah perintahkan silahkan DPR sahkan tujuh raperdasus. Dengan demikian, tegas Yoteni, MRP tidak berhak merubah sedikitpun pasal didalam raperdasus tersebut, sebab kewenangan MRP hanya memberikan pertimbangan dan persetujuan.
Hanya saja, masukan MRP sudah dicantumkan kedalam raperdasus tersebut, maka DPR tetap menetapkan tujuh raperdasus tersebut.
Secara terpisah, Ketua MRP Papua Barat Maxsi Nelson Ahoren mengaku bahwa kewenangan mereka terbatas. Namun sebagai lembaga kultur OAP di Papua Barat sangat mendukung kerja DPR, maka perlu ada masukan-masukan atas raperdasu tersebut.
Hanya saja, kata Ahoren, satu dari tujuh Raperdasus tersebut tidak disetujui, yakni tentang perekrutan DPR jalur otonomi khusus. Pasalnya MRP berharap 6 raperdasus silahkan disahkan DPR, tetapi satu raperdasus harus dibahas lagi antara DPR, MRP dan Gubernur.
"Artinya raperdasus tentang perekrutan DPR jalur otsus harus dibahas antara DPR, MRP dan Gubernur sebelum disahkan bersama 6 raperdasus lainnya," pesan Ahoren.
Tanggapan berbeda datang dari Praktisi Hukum STIH Manokwari, Filep Wamfama, SH., M.Hum, yang mana perlu dipahami bahwa DPR sudah berupaya kerja keras untuk menyusun Raperdasus, bahkan dampak hukum kedepan sudah pasti diketahui.
Alangkah baiknya, DPR sahkan saja tujuh raperdasus tersebut. Lalu kalau ada yang merasa tidak puas, maka silakan menempuh lewat jalur hukum.
Kemudian kenapa mendagri mau benturkan perangkat daerah, sebab kebijakan pemerintah Pusat berdampak pada daerah. Untuk itu MRP, DPR dan pemprov bersatu untuk menetapkan raperdasus agar dimasukkan dalam lembaran daerah menjadi Perdasus. *