Kuasa Hukum Ungkap Alasan Lukas Enembe Tolak Sidang Secara Online
JAKARTA, wartaplus.com - Pernyataan Juru bicara KPK, Ali Fikri, yang menyatakan terdakwa Gubernur Papua non aktif, Lukas Enembe bersikap tidak kooperatif dalam menghadapi persidangan perdana yang digelar pada Senin (12/06) kemarin, ditanggapi oleh Tim Hukum dan Advokasi Gubernur Papua (THGP).
Dalam pernyataanya di media, Ali Fikri mengungkapkan jika penolakan tersebut bisa menjadi bahan pertimbangan, menjadi hal memberatkan atau meringankan dalam menghadapi tuntutan.
Tim kuasa hukum membantah tudingan tersebut dan memberikan klarifikasinya. "Kami dari THAGP menyatakan, bahwa tidak benar Bapak Lukas Enembe bersikap tidak kooperatif dalam menghadapi persidangan," kata Ketua THAGP, Petrus Bala Pattyona, yang mendampingi Lukas Enembe saat bersidang secara online di Rutan KPK, pada Senin kemarin.
Menurut Petrus, sebagaimana rilis yang diterima wartaplus.com, bahwa pada Senin 12 Juni 2023, jam 09.30 WIB, pengawal tahanan baru hendak menjemput kliennya di kamar tahanan untuk dibawa ke persidangan.
"Di pintu kamar tahanan bapak Lukas bertanya, dijemput mau sidang dimana? Pengawal tahanan menjelaskan bahwa dibawa ke ruang sidang online di gedung Merah Putih KPK. Pak Lukas mengatakan menolak dibawa ke ruang sidang online karena beliau maunya hadir di Pengadilan," ungkap Petrus yang didampingi Cosmas Refra dan Antonius Eko Nugroho.
Pemberitahuan Mendadak
Lanjut Petrus, pemberitahuan sidang terhadap kliennya dianggap mendadak, karena kliennya belum mempersiapkan diri.
"Karena beliau menolak sidang online, sehingga ia masuk kamar untuk menulis penolakan sidang online sebagaimana telah dibacakan. Setelah menulis Pernyataan penolakan sidang online, pengawal tahanan mengajak Bapak Lukas ke ruang kunjungan tahanan dengan janji untuk memberi tahu kepada Hakim tentang keinginan beliau untuk hadir langsung di Pengadilan," jelas Petrus.
Saat tim pengacara sekira pukul 9 pagi hadir dan menunggu Lukas Enembe di lobby gedung merah putih KPK, namun hingga jam 10 kliennya tak kunjung hadir untuk ke persidangan yang digelar di Ruang Sidang Tipdkor KPK.
"Kami menunggu, namun kata petugas bapak Lukas belum bangun. Sesaat kemudian tim pengacara dijemput petugas ke ruang kunjungan tahanan dan setelah masuk ruang kunjungan tahanan melihat begitu banyak pengunjung yang mengunjungi tahanan karena jadwal kunjungan keluarga. Di salah satu pojok ruangan bapak Lukas sudah duduk depan laptop dikelilingi para pengawal tahanan. Tim Pengacara diberitahu, sidang akan dimulai setelah audionya berfungsi baik," jelasnya lagi.
Sebelum sidang dimulai, lanjut Petrus, pihaknya sempat menanyakan ke Lukas Enembe terkait pakaian yang dikenakan untuk sidang.
"Kenapa menghadapi sidang hanya pakai pakai kaos dengan celana pendek? Bapak Lukas bilang, tadi baru memarahi petugas karena mendadak menjemput tanpa pemberitahuan sebelumnya, sehingga ia tidak pakai pakaian rapih dan belum mandi juga sarapan serta tak bisa pakai sandal karena kaki bengkak," bebernya.
Saat menunggu dimulainya sidang, dengan disuguhi ubi rebus hangat, terdakwa Lukas Enembe bersama tim pengacara disodorkan surat panggilan sidang 4 rangkap untuk ditandatangani.
"Setelah audio terhubung baik ke pengadilan sehingga Bapak Lukas bisa bersidang, dalam keadaan pikiran yang tidak tenang," ujar Petrus.
Diakui Petrus, penolakan kliennya untuk sidang online terjadi karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya tentang adanya sidang pada hari Senin, 12 Juni.
"Apalagi panggilan sidang baru ditandatangani saat Majelis Hakim membuka sidang. Bapak Lukas sendiri akan kooperatif menghadapi persidangan, seandainya Jaksa KPK 3 hari atau sehari sebelumnya sudah memberitahukan tentang adanya sidang. Bagaimana mungkin Bapak Lukas mau kooperatif kalau mau sidang jam 10, sementara baru diberitahu jam 09.30? Itulah yang membuat Bapak Lukas masuk kamar untuk membuat Surat Pernyataan menolak sidang online," jelasnya panjang lebar.
Sidang selanjutnya akan digelar di Pengadilan Tipidkor pada 19 Juni 2023 mendatang.
Gubernur Papua non aktif Lukas Enembe dijadikan tersangka oleh KPK atas dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemerintahan Provinsi Papua sejak 2013 silam.**